Kisah nyata dlm kehidupan.
Abel Mutai, seorang atlet lari asal Kenya, tinggal beberapa meter dari garis finis dan akan memenangi lomba lintas alam internasional. Namun, karena bingung melihat papan petunjuk dan mengira dirinya telah melewati finis, Mutai pun menghentikan larinya. Ivan Fernandez Anaya asal Spanyol yang membuntuti di posisi kedua melihat kesalahan Mutai. Namun, alih-alih memanfaatkan keadaan dan melesat ke garis finis, ia justru menghampiri Mutai, mengulurkan lengan, dan memberi isyarat agar Mutai terus berlari untuk meraih medali emasnya. Ketika ditanya oleh seorang reporter tentang alasannya berbuat demikian, Anaya menegaskan bahwa Mutai yang selayaknya menang, bukan dirinya. “Apa yang dapat dipuji dari kemenangan saya? Kebanggaan seperti apa yang saya dapatkan dari medali emas itu? Apa yang akan dipikirkan ibu saya jika saya berbuat demikian?” Sebuah berita menulis demikian: “Anaya lebih memilih jujur daripada menang.”
Bahwa mereka yg ingin hidup jujur, yg ingin hidupnya menunjukkan kesetiaan & ketulusan, akan mengambil keputusan lebih berdasarkan kebenaran daripada mencari jalan pintas. “Orang yang jujur dipimpin oleh ketulusannya”.
Komitmen kepada integritas ini bukan saja cara hidup yg benar, tetapi juga menawarkan kehidupan yg lebih baik. Selanjutnya, “Tetapi pengkhianat dirusak oleh kecurangannya”. Ketidakjujuran hanya akan berakhir sia-sia.
Sesungguhnya, jika kita mengabaikan integritas diri, “kemenangan” sesaat sama saja dengan kekalahan. Namun, ketika kesetiaan & kebenaran membentuk diri kita dalam kuasa Tuhan, sedikit demi sedikit kita dijadikan umat berkarakter teguh yg menjalani kehidupan yg sungguh baik.
No comments:
Post a Comment